Sabtu, 15 Januari 2011

Sebuah Kisah Tentang Pengorbanan Cinta Seorang Istri Sholehah


Wanita itu bernama Rukaiyah… wajahnya tidak begitu cantik namun basuhan air wudhu yang selalu membasahi membuat dia tampak bersahaja.Ditambah kelembutan akhlaknya yang dipelajarinya dari kisah-kisah para Radiallahu’anha membuat perilakunya lembut tetapi tidak lemah. Alqur’an dan Hadits telah menjadi pedoman mutlak baginya semenjak Ia duduk di bangku SMA dan seringmengikuti kajian-kajian tentang Islam.

Meskipun dia tidak bersekolah di sekolah yang bernotabenkan Islam namun pendiriannya terhadap agama yang di anutnya begitu kuat sehinggatidak terpengaruh dengan gaya hidup teman-temannya yang sebaya dengannya. Dia tidak berpacaran bahkan membayangkan untuk berpacaranpun tidak pernah sehingga banyak teman-teman di sekitarnya yang berkata “Wajah sudah jauh dari cantik, kalau pacar aja gak punya mana mungkin akan punya suami” namun dia tidak menghiraukan hal itu karena dia tidak meragu akan janji Allah bahwa wanita baik akan mendapatkan laki-laki yang baik dan wanita yang buruk akan mendapatkan lelaki yang buruk pula untuk itulah dia selalu berusaha menjadi wanita yang baik yang senantiasa membalutkan aturan islam dalam dirinya agar suatu ketika janji Allah itu datang padanya.

Ketika duduk di bangku kuliah dia aktif di Lembaga Da’wah Kampus (LDK) turut berpartisipasi dalam menyumbangkan tenaga dan pikiran demimenguatkan peradaban Islam di tengah kezoliman ini.

Kini usianya sudah mendekati kepala tiga namun jodoh tak datang jua. Dia telah berusaha dan menyerahkan semuanya pada Allah namun mungkin belum terkabulkan do’anya. Dia tetap sabar meskipun tetangga danteman-temannya selalu menertawainya. Bahkan kata salah seorang ibuyang minim pengetahuan agamanya. “Ini adalah akibat dari tidak membuka diri pada lelaki (Maksudnya berpacaran)” bahkan ada yang berkata wajahnya jelek tapi sok mahal. ia dapat memaklumi segala apa yang dikatakan orang-orang itu sebab dia tahu sekarang sunnah telah menjadi asing di mata mereka.

Namun apa hendak dikata, kesabarannya membuahkan hasil yang indah. Dipenghujung usianya itu datang seorang lelaki tampan dan juga sholeh.Lelaki itu bernama Dikky. Pemuda tampan dengan wajah yang berseri dan sangat menyayangi wanita. Dia adalahteman Rukaiyah ketika di LDK dahulu. Dialah pemuda yang dijanjikan Allah pada Rukaiyah karena telah yakin akan janji-Nya.

Pemuda itu menyayanginya dengan penuh ketulusan. Dia tidak pernah mau melihat airmata di pipi Rukaiyah karena dia tidak ingin melihat istrinya bersedih. Dan selalu berusahauntuk membahagiakannya. Sebagai suami dia sangat bertanggungjawab terhadap segala kebutuhan istrinya tersebut (keluarganya).

Sebagai Istri, Rukaiyah pun tahu akan kewajibannya. Dia melayani segala kebutuhan suami dengan sepenuh hati tanpa ada kata-kata resah dalam setiap lelahnya. Semua itu dilakukanolehnya semata karena cintanya pada Allah dan ketaatannya pada suami.

Rumahtangga kecil yang baru dibina mereka itu merupakan jawaban Allah dariapa yang selama ini dikeluhkan mereka disetiap penghujung malamdisaat orang-orang terlelap. Dan kini mereka berdua pun dipertemukan dalam ikatan cinta yang suci meskipun ketika di LDK dahulu mereka tidak saling memiliki rasa dan tak terbayangkan bahwa akandipertemukan Allah dalam jalinan cinta suci ini.Mereka saling menerima kekurangan masing-masing.

Ketikasang suami sedang berada dalam keterpurukandia tetap setia menemani. Dia tetap sabar menerima segala bentukkekurangan suaminya. Dia tidak pernah berharap sesuatu yang lebihdari suami karena dia sadar akan keterbatasan suaminya. Hal inilahyang membuat keluarga mereka sangat bahagia.

Namunkebahagiaan itu pun masih di uji.. Belumcukup setahun setelah pernikahan sang suami harus meninggalkannya karena akan diberangkatkan ke Palestina selama beberapa bulan oleh Organisasinya yang merupakan salah satu Gerakan Kemanusiaan bergerak di bidang kesehatan dan sosial untuk menolong saudara-saudaranya yang terzolimi haknya dan membutuhkan bantuan disana.

Rukaiyah sudah merasakan kesedihan yang teramat sangat saat mendengar suaminyaakan berangkat ke negara yang terjajah itu. Entah kenapa airmatanya terus mengalir semenjak saat itu namun diasering menyembunyikannya dari sang suami. Sampai pada suatu ketika sehari sebelum hari diamana Dikky suaminya akan berangkat. Suaminya mendapatinya sedang mengupas bawang di pagi hari saat hendak menyiapkan sarapan Nasi Goreng kesukaan sang suami yang dikala itu diketahuinya sedang shalat dhuha.

“Kenapa kamu menangis ya Ukhtie..” Tanya sang suami seusai shalatDhuha dan menemui istrinya di dapur.

Rukaiya htak dapat memungkiri bahwa sesungguhnya dia takut suaminya takkan kembali lagi ketika pergi nanti. Sang suami yang begitu menyaynginya dan tidak tega melihat airmata dipipi sang istri itu pun mengusap airmatanya lalu menegarkannya.

“Jalan da’wah telah memanggilku ya ukhtie.. sungguh, sulit untukaku meninggalkanmu namun sulit pula untuk aku tinggalkan saudara kita yang membutuhkan tenaga kita disana. Jika engkau tidak mengijinkan,aku tidak akan pergi ya ukhtie…”

Sang istri pun menundukkan wajahnya dengan airmata yang terusmengalir ia berrkata:

“Jika itu adalah bukti dari cintamu pada Allah lebih besar daripada cintamu padaku, Aku Ridho kepergianmu. Tapi entah mengapa aku hany aterus merasa sedih”

“Ya ukhtie.. Jika Allah mengijinkan aku akan kembali namun jika tidak aku kan menunggumu di Jannah-Nya nanti.”

Suaminya lalu memeluknya seraya berkata:

“Walillahi.. Ana Uhibbuki Filla ya Ukhtie..”

Besoknya ketika sang suami hendak berangkat di hantarkannya hingga ke berandarumah. Doa serta senyuman penyemangat tak lupa ia berikan pada sangsuami. Dia mencium tangan sang suami lalu suaminya pun membalas dengan sebuah kecupan tulus di keningnya..

“Aku titipkan Alqur’an sebagai teman bagimu untuk engkau bacakan di saatengkau sedang dalam kesepian. Dan Allah akan menjadi pelindungbagimu disaat engkau sedang dalam ketakutan.” Ucap sang suamiseraya berlalu meninggalkannya.. Ikhlaskan aku pergi…Assalamu’alaykum….

Diapun menjawab salam sang suami lalu menatapnya hingga jauh. Sang suamipun membalikkan badan lalu menatap istrinya yang masih berada diberanda itu. Rukaiyah pun tersenyum mengangguk memastikan pada sang suami bahwa dia benar-benar ridho sehingga tak ada lagi keraguan dihati suami untuk pergi ke medan juang.

Ketika pergi suaminya tak lupa meninggalkan uang yang Insya Allah lebih dari cukup hinga dia kembali nanti.

Hampir setiap malam Rukaiyah senantiasa menangis mengeluh pada Allah mendoa’kansuaminya yang berada nan jauh disana. Dia mampu menjaga kehormatandan harta suaminya.

Selang beberapa hari setelah suaminya pergi ia merasa selalu mual.Lalu ia pun memeriksa ke dokter dan ternyata dia posstive tengah Hamil. Berita gembira itu pun segera di kabarkan pada suaminya yangsangat di cintainya itu telekomunikasi.

Sungguh Dikky sangat bahagia mendengar berita itu. Apalagi saatistrinya berkata “Mas, aku sedang mengandung anak Mas.”

“Aku sebentar lagi akan menjadi papa Rid..” Kata Dikky pada Ridhosahabatnya yang sama-sama berada di Palestina.

Ridhopun turut memberikan senyum bahagia saat melihat pancaran kebahagiaandari wajah sahabatnya itu.

“Aku bentar lagi jadi Bapak, lalu antum kapan ya akhie??” TanyaDikky bercanda.

“Ana pasrah pada Allah Sajalah.. Untuk apa memetik kurma yang masihmelekat di tangkai, tho kalau matang juga bakalan jatuh sendiri kok.”Cakap Ridho.

“Iya, Pasrah sih pasrah.. tapi harus kudu usaha juga boy.. Tawakkal pada Allah itu bukan berarti tanpa usaha lho.. Harus usahatapi dengan batasan yang shar’i.

“Okhayya Zamilie.. sepulang dari sini nanti bakal ana usahain ngelamarsemua akhwat.” Canda Ridho.

Hariitu adalah hari yang paling bahagia bagi Dikky karena menjadi ayahadalah impiannya selama ini. Namun pada hari itu juga Ia dipanggil oleh sang Khalik ketika sebuah tembakan meleset ke dadanya saathendak menolong salah seorang warga sipil yang terjebak di sebuahbangunan. Darah pun mengalir di sekujur tubuhnya… dia masih bisa berbicara sedikit saat di bawa ke Pos Pertolongan Pertama Gawat Darurat. Air mata Ridho tak sanggup menahansaat melihat apa yang terjadi pada sahabatnya. Baru saja tadi merekatersenyum bersama dan sekarang sahabatnya tersebut seperti ini.

Ridho lalu memegang kedua tangannya lalu Dikky menyampaikan sesuatu padanya sebelum Ia menghembuskan nafas terakhirnya.

“Tolongkalau antum pulang nanti, sampaikanlah salam pada istriku bahwa aku mencintainya. Besarkanlah anakku dengan Islam. Biarkan Alqur’an danHadits mengalir menyatu dalam jiwanya agar dia takut pada Allah danmenjalankan sunnah Rosulnya. Katakan padanya kita akan bertemu disyurga nanti.”

Ridho menggangguk dengan penuh airmata. Dia tak kuasa menahankeharuan itu.

“Asyhadualla Ilaaha Illallah Wa Asyhaduanna Muhammadarrosulullah…” Berpulanglah Ia dengan tersenyum..

Segala sesuatu yang ada di bumi ini akan kembali pada Allah…

Hari itu bayangan wajah sang suami terus menghampiri Rukaiyah.. Ia tak tahu kenapa dia merasakan rindu yang teramat sangat setelah menyampaikan berita gembira pada sang suami tadi. Lalu kabar tentangkematian suaminya pun di kabarkan oleh Ridho sahabat suaminya.

Iamenangis mengikhlaskan kepergian suaminya itu. Mencoba untuk tetaptegar karna semua telah digariskan-Nya. Dia akan tetap sabar menghadapi semua ini dan benar-benar meridhoi keputusan Allah yang menimpanya tersebut. Dia yakin semua akan ada hikmahnya. Ini juga sebuah bukti bahwa cintanya pada Allah lebih besar daripada cintanya terhadap apapun meskipun sesekali sering ada rasa rindu pada suaminya. Lelaki sholeh yang dicintainya semata karena Allah.

Sungguh sulit jika ada wanita yang bisa seperti Rukaiyah.. Yang mencintai suaminya semata karena Allah. Dan kini telah menjadi Syuhada yang syahid di jalan Allah.

“Semoga kita mampu mengambil pelajaran dari kisah yang sedikit ini.”

Minggu, 19 Desember 2010

Berlian Yang Terlupakan

cheinmubharok.blogspot.com

Alkisah, diceritakan bahwa seorang lelaki yang sangat miskin sekali sampai-sampai untuk memberi makan malam dirinya saja ia tidak mampu, padahal ia masih punya tanggungan anak dan istri yang harus diberi makan – sedang mengais mencari sisa-sisa makanan yang mungkin tercecer di jalan.

Secara tidak sengaja, pandangannya tertuju kepada sesuatu di sudut jalan yang ia pun tidak mengetahui apa sebenarnya sesuatu tersebut. Setelah ia mendekat, lalu mengambil sesuatu tersebut dengan tangannya, betapa terkejutnya ia bahwa yang ada di tanganya sekarang adalah berlian yang begitu indah. Dari setiap sikunya memancarkan cahaya. Setiap orang yang melihatnya pasti akan terpesona akan keindahan berlian tersebut. Tanpa ragu dan dengan penuh rasa gembira, ia mengambil langkah seribu menuju toko perhiasan untuk menjual berlian tersebut, dengan harapan hasilnya dapat ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari hidupnya dan keluarganya. Hal-hal indah terbayang sepanjang perjalananya. Harapan harapan besar tersirat dalam hatinya. Sebentar lagi ia akan membeli kemewahan tanpa peluh dengan berlian yang ada di tanganya. Seakan berjalan di atas awan, tak terasa langkah kakinya telah sampai di depan toko perhiasan yang ia tuju. Dengan sejuta impian ia memasuki toko perhiasan tersebut.

“Maaf mas, bisakah saya menjual berlian ini di sini?” tanyanya kepada si penjaga toko.
“Coba saya lihat sebentar,”jawab penjaga toko.

Setelah memperhatikan dengan penuh ketelitian penjaga toko berkata dengan nada terkejut,“subhanallah…!!! Ini sungguh berlian yang sangat tinggi harganya, kalau seandainya aku berikan seluruh isi tokoku kepadamu, niscaya tidak dapat menggantikan nilai berlian ini. Lebih baik mas pergi ke toko lain yang lebih besar dari pada toko saya yang tidak jauh dari sini, barang kali dia bisa memberikan harga yang setara dengan berlian ini”, kata si penjaga toko.
Dengan sedikit rasa kecewa ia meninggalkan toko tersebut. Tapi rasa putus asa tidak sedikitpun terbesit di hati kecilnya. Karena dalam fikirannya, mungkin penjaga toko itu tidak mau menerima berliannya karena takut membuat ia kecewa, di sebabkan nilai yang diberikan tidak sebanding dengan berlian yang ia miliki.

Perjalanan menggapai impian pun berlanjut hingga akhirnya ia sampai di toko ke dua. Lalu ia masuk kedalam toko tersebut dan melontarkan pertanyaan yang sama seperti di toko sebelumnya.
“Permisi mas, bisakah saya menjual berlian ini di sini?”, tanyanya kepada si penjaga toko yang kebetulan juga lelaki.

Lalu penjaga toko tersebut mengambil berlian itu dari tanganya.
Setelah penjaga toko memperhatikan berlian yang ia bawa penjaga toko tersebut juga terkejut,”masya Allah, dimana kamu menemukan berlian ini?”, tanya penjaga toko dengan ekspresi yang sama dengan penjaga toko pertama.
“Di jalan”, jawabnya ringan.

“Wah mas, kalau seandainya seluruh isi toko ini dan bahkan dua kali lipatnya saya berikan kepadamu niscaya tidak dapat menggantikan nilai berlian ini. Lebih baik mas pergi ke toko perhiasan di ujung jalan sana, itu adalah toko perhiasan terbersar di kota ini, mungkin dia bisa memberimu harga yang setara untuk berlian seindah ini,” kata penjaga toko kedua seraya memberi nasihat.

Untuk kedua kalinya perasaannya hancur. Benar-benar tidak semudah yang ia bayangkan. Demi menjual satu berlian saja ia harus berkeliling-keliling toko perhiasan. Lelah dan letih sudah bercampur aduk dengan angan.

Tapi meski demikian harapan dan impianya tidak putus di tengah jalan. Untuk kesekian kalinya ia gantungkan cita-cita kebahagianya di toko yang ke tiga. Dengan do’a terucap, semoga di toko yang ke tiga ini berliannya dapat terjual.

Sesampainnya di toko ke tiga.
“Assalamua’alaikum pak, bisakah saya menjual berlian ini di sini?” dengan penuh harap ia lontarkan pertanyaan tersebut diringi runtutan do’a di hati.

Tapi apa yang terjadi?
Setelah ia lelah berjalan, tidak satu toko pun yang mau menerima berlian yang ada di tanganya. Jawaban yang ia dapat di toko ke tiga tidak jauh berbeda dengan jawaban di dua toko sebelumnya. Bahkan kata penjaga toko ke tiga, jikalau seandainya seluruh isi toko di berikan kepadanya di tambah tiga kali lipatnya lagi tetap tidak bisa menggantikan harga berlian yang ada padanya.

Lengkap sudah penderitaanya. Berjalan tanpa alas kaki dari satu toko ke toko lain. Di tambah suara perut yang kelaparan ditemani dengan hausnya kerongkongan, membuatnya semakin putus asa. Ia hanya bertanya-tanya dalam hatinya, mengapa tidak ada satu toko pun yang mau menerima berlianya ini. Hilang sudah prasangka baik yang ada dalam hatinya. Yang ada hanya tanda tanya yang berkumul tak teratur dalam otaknya.

Lalu dari toko ke tiga ia dianjurkan untuk datang kepada raja, mungkin raja bisa menggantikan harga berlian yang ia temukan di jalan dengan harga yang setara. Untuk terakhir kalinya ia gantungkan impianya kepada sang raja. Dengan harapan semoga raja bisa memberikan kepadanya harga yang setara dengan berlian yang ia bawa.

Langkahnya menuju kekerajaan, tidak selincah ketika ia berjalan ke toko pertama. Harapan yang menjadi citanya tidak sebesar anganya ketika pertama kali ia menemukan berlian tersebut. Hingga akhirnya langkanya pun sampai di gerbang kerajaan.

Di depan gerbang kerajaan, telah berdiri dua orang pejaga gerbang yang berbadan besar. Dengan santun ia utarakan maksud dan tujuanya datang kekerajaan. Sesudah mengetahui maksud dan tujuannya, dua orang penjaga gerbang kerajaan itupun mengizinkannya masuk menemui raja.

Setelah lama ia menunggu, akhirnya sang raja pun keluar dari kamarnya yang mewah.
Dengan tutur kata yang diatur sedemikian indah, ia utarakan maksud dan tujuanya menemui paduka raja. Ia ceritakan kisah perjalananya secara singkat hingga akhirnya bisa sampai ke kerajaan yang begitu megah.

Selesai ia bercerita, dari dalam sakunya ia tunjukkan berlian yang ia bawa ke pada paduka raja.
Lalu raja mengambil berlian tersebut dengan tanganya.
Cukup lama raja memerhatikan berlian tersebut hingga akhirnya berkata,” wahai pemuda, berlian ini sungguh tidak ternilai harganya, jikalau seluruh isi kerajaan ini ku berikan kepadamu niscaya tetap tidak akan bisa menggantikanya, dimana engkau menemukan berlian ini?”, seraya menyambung perkataanya dengan pertanyaan.

“Di jalan raja”, jawabnya tunduk kepada raja.
“Di jalan?”, tanya raja balik dengan nada sedikit terkejut.
“Betul raja”, jawabnya lagi.

Lalu raja meneruskan pembicaraanya,“ sungguh engkau orang yang beruntung wahai pemuda. Begini saja, bagaimana kalau sebagai gantinya akan ku berikan kepadamu kunci gudang hartaku, dan kamu ku beri waktu selama sepuluh jam untuk mengambil apa saja yang kamu sukai dan sebanyak yang kau mau dari hartaku sebagai ganti dari berlian ini?”
“sungguh raja?”, tanyanya balik
“Iya, sungguh, kalau enggaku mau, sekarang juga pembantuku bisa mengantarmu ke gudang harta ku yang berada tepat di belakang kerajaan ini”, jawab raja memastikan keraguan lelaki miskin tersebut.

Betapa bahagianya ia sekarang, seakan menemukan kembali lilin kehidupanya yang hampir padam untuk selamanya. Anganya kembali berkelana menelusuri setiap inci impian-impian indah yang ia miliki. Semangatnya kembali bangkit tegak bak gunung batu di dataran Yaman yang selalu sigap di terpa badai. Prasangka buruk atas berlian itu sirna dalam sekejap.

Dengan di antar oleh pembantu raja, ia melangkah menuju gudang tempat harta benda sang raja di simpan. Tanpa terlewatkan oleh pandangan matanya, setiap sudut kerajaan ia lalui dengan rasa kagum. Sungguh ia terheran-heran dengan kemewahan yang ada di dalam kerajaan. Bagaikan orang yang baru terjaga dari mimpi indah, tanpa terasa di hadapanya sudah berdiri angkuh pintu gudang harta sang raja. Pintu yang begitu megah menggambarkan kemewahan ruangan di balik pintu tersebut. Perlahan pintu gudang di buka.

“Krek..!! hawa sejuk bersanding dengan aroma wewangian menghempas tubuhnya dengan lembut seketika pintu gudang terbuka. Perlahan ia melangkah masuk. Dan lebih takjub lagi ia setelah benar-benar berada di dalam. Sungguh pemandangan yang belum sama sekali pernah ia lihat. Emas, intan, berlian, semuanya tersusun rapi. Cawan air terbuat dari kristal seakan duduk manis di hadapanya, menunggu anggur segar akan dituanggan di dalamnya. Berbagai macam jenis makanan dan buah-buahan dengan aroma yang sangat menggoda, sudah terhidang di hadapanya.

Tapi sangat di sayangkan, mungkin karena terlalu lama ia hidup dalam kemiskinan sehingga ia tidak tau bagaimana bergaul dengan kemewahan Terlalu lama ia menyelami kelalaian tanpa kerja keras, sehingga ia tidak tau bagaimana menyikapi kesempatan. Dalam ketakjubanya yang bodoh terbesit dalam pikiranya, untuk membagi waktunya yang sepuluh jam. Satu jam ia gunakan untuk mencicipi segala hidangan yang ada dan menikmati nikmatnya kehidupan kerajaan. Dan sisanya sembilan jam ia gunakan untuk mengambil seluruh harta raja yang ia inginkan. Karena dalam pikiranya Sembilan jam sudah lebih dari cukup untuk mengambil harta raja yang ia inginkan.

Detik demi detik waktu pun berjalan. Ia mencicipi satu persatu hidangan yang ada. Setelah kenyang dengan makanan, ia menuju lemari es yang sangat besar dimana tersimpan berbagai macam minuman di dalamnya. Tanpa terlewatkan satu pun, ia cicipi seluruh minuman yang ada di lemari es tersebut. Sampai-sampai tak terasa dua jam telah berlalu, sungguh di luar dari yang ia rencanakan.

Tapi sayangnya, dalam kelalaian, kebodohanya kembali berargumen, delapan jam juga lebih dari cukup untuk merampungkan semua rencananya. Setelah lambungya penuh dengan berbagai macam makanan dan minuman, otak bebalnya berusaha berkolaborasi dengan ide yang mungkin ia anggap cemerlang tapi sebenarnya hanya berakhir dengan isapan jempol.

Dari waktunya yang hanya tinggal delapan jam, dua jamnya ingin ia gunakan untuk terbang ke alam mimpi dengan beralaskan permadani yang sangat lembut. Sebab ia merasa terlalu lelah dan ingin memanjakan tubuhnya sejenak, sembari mengumpulkan tenaga. Hawa sejuk istana dengan aromanya yang wangi pun mempercepat penerbanganya ke alam mimpi. Satu jam, dua jam, tiga jam, empat jam, lima jam telah berlalu, dan amat sangat di sayangkan di jam terakhir jam ke enam ia juga belum bangun dari tidurnya. Sampai akhirnya habis lah waktu sepuluh jam ia lalui di dalam gudang harta sang raja.

Lalu kemudian.
“Hai orang miskin…..!!! bangun…!!! Bangun…!!! Waktumu sudah habis,” hardik pembantu raja membuatnya terjaga. Tapi ia masih setengah sadar karena tidurnya terlalu nyenyak. “Ayo bangun, waktumu sudah habis. Sudah sepuluh jam kamu di sini,” tegas si pembantu raja.
Akhirnya ia sadar juga dari tidurnya, tak terasa enam jam telah ia lalui dengan tertidur. Pengembaraanya yang indah ke alam mimpi, membuat ia mengembara ke dalam penyesalan terdalam dalam dirinya. Penyesalan karena ia akan kembali hidup sengsara seperti sedia kala.
“Wahai tuan!!!! tolong berikan saya waktu 15 menit saja untuk saya mengambil harta raja secukupnya,” katanya memohon kepada pembantu raja.

“Tidak bisa,” jawabnya tegas.
“Kalau lima menit bagai mana?” pintanya lagi.
“Tetap tidak bisa, walau sedetik pun niscaya tidak akan aku berikan, raja telah bermurah hati memberikan 10 jam kepadamu. Kalau kamu belum mengambil harta raja sedikitpun, itu salahanmu. Sekarang mana yang engkau pilih, ingin keluar dari kerajaan ini secara terhormat, atau ku seret kau keluar dengan paksa?” kata si pembantu raja dengan tegas.

Dengan wajah putus harapan dan tubuh lunglai seakan tak bertulang keluarlah ia dari kerajaan. Berlian yang begitu berharga, yang nilainya tidak dapat di gantikan oleh penjaga toko pertama, kedua dan ketiga, bahkan oleh raja sekali pun, hanya ia ganti dengan makanan, yang setelah dua jam kemudian mungkin ia akan merasa lapar lagi. Dengan minuman, yang mungkin setelah keluar dari kerajaan ia akan merasa kehausan lagi. Dan dengan tidur, yang pasti di keesokan harinya ia akan tidur lagi. Waktu yang raja berikan kepadanya ia sia siakan begitu saja, tanpa ada bekasnya sedikit pun. Dan akhirnya, ia pun kembali miskin seperti sedia kala.

Dari cerita di atas, sadarkah kita siapa sebenarnya lelaki yang menemukan berlian berharga tersebut? Yang mana semua orang bahkan sampai raja sekalipun tidak bisa menggantikanya.
Tanpa kita sadari, lelaki tersebut adalah saya, Anda, dan kita semua yang hidup di dunia ini.
Berlian yang berharga itu adalah usia yang kita miliki, yang tidak seorang pun dapat menggantikanya dengan harta berapa pun jumlahnya.

Raja yang berperan di atas adalah Allah SWT yang telah memberikan kita waktu di dunia ini untuk menimba amal, menjadikan dunia ini ladang bercocok tanam kebaikan untuk bekal kita di akhirat. Dan menjadikan setiap amalan dengan ganjaranya yang berlipat lipat.
Tapi memang mungkin kita yang kurang menyadari akan nikmat yang telah Allah SWT berikan. Kita yang telah terlena dengan gemerlapnya dunia sehingga lupa kemana tujuan kita sebenarnya. Kita telah menyia-nyiakan waktu yang Allah berikan dengan hal-hal tidak berguna seperti yang di lakukan lelaki miskin tersebut yang mana seharusnya ia bergegas ketika kesempatan itu masih lapang.

Dan pembantu raja itu adalah Izrail, sang malaikat pencabut nyawa. Jika batasan waktu hidup kita telah habis, maka ia tidak akan menunda walau sedetikpun. Ia tidak akan memberikan kita kesempatan walaupun satu kata taubat. Dan ketika nafas sudah sampai di kerongkongan maka ketika itu diliperlihatkan di mana tempat duduk kita di akhirat, di surga kah? Atau nerakakah? Mari sama-sama kita berlindung kepada Allah agar di jauhkan darinya dan siksanya.

Akhirul kalam semoga Allah SWT memberi kita kekuatan untuk tetap beristiqomah di jalanya, menjalankan syari’at-Nya dan menjauhi laranga-Nya. Dan menjadikan kita bagian dari orang-orang yang berkata dan mengamalkan perkataanya, bukan menjadikan kita bagian dari orang miskin yang melalaikan kesempatan. Dengan harapan besar rahmat, taufik dan hidayah-Nya selalu tercurah kepada kita di dunia dan di akhirat.

SEMOGA BERMANFAAT....

Dikutip dari http://azzamfasih.com